PENDIDIKAN YANG MENCERDASKAN
(Catatan Hari Pendidikan Nasional 2017)
AHMAD, S.Pd.I, M.Pd
Dosen STAI AL-Amin Dompu /Lulusan Pascasarjana UIN Mataram
Pendidikan merupakan bagian vital dalam kehidupan
manusia. pendidikan dengan berbagai coraknya yang berorientasi memberikan bekal
kepada manusia (peserta didik) untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat.
Oleh karena itu, semestinya pendidikan selalu diperbaharui konsep dan
aktualisasinya dalam rangka merespon perkembangan zaman yang selalu dinamis dan
temporal, agar peserta didik dalam pendidikan tidak hanya berorientasi pada
kebahagiaan hidup setelah mati (eskatologis) tetapi kebahagiaan hidup di dunia
juga bisa diraih.
Perhatian dan pemikiran terhadap
pendidikan selalu muncul sepanjang zaman karena pendidikan pada hakikatnya
adalah meminjam bahasanya John Dewey “a necessity of life” (kebutuhan
dasar umat manusia). Sehingga pendidikan merupakan conditio sine quo non dalam
kehidupan manusia. Hal tersebut semakin di rasakan urgen dan
kemestiannya pada saat muncul berbagai masalah dalam kehidupan manusia yang
menyangkut peningkatan kesejahtraan dan kebahagiaan mereka. Begitu urgennya
pendidikan, Munir Mulkhan mengatakan secara ektrim bahwa, nasib suatu bangsa
dan peradaban di masa depan terlihat dan tergantung dari bagaimana bangsa itu
memperhatikan dan mengembangkan pendidikan bagi generasi dan anak-anak bangsa.
Sebuah bangsa dan peradaban adalah produk pendidikan, kegagalan suatu bangsa
dan hancurnya sebuah peradaban adalah kegagalan dunia pendidikan.
Mengingat pentingnya pendidikan bagi
kemajuan beangsa dan peradaban, maka dibutuhkan model pendidikan nasional yang
bermutu. Hal ini seperti yang diamanatkan oleh UU Sistem Pendidikan Nasional
No. 20 Tahun 2003 pada BAB II Pasal 3 tentang fungsi dan tujuan pendidikan
nasional. Dalam pasal tersebut dijelaskan bahwa, pendidikan nasional berfungsi
mengembangkan kemapuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan yang maha esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, kreatif,
mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis, serta bertanggung jawab.
Makna dibalik Peringatan Hardiknas
Hari Pendidikan Nasional, atau
disingkat dengan HARDIKNAS, diperingati setiap tanggal 2 Mei. Hardiknas sendiri
merupakan slaha satu hari yang ditetapkan oleh pemerintah Indonesia guna
memperingati kelahiran Ki Hadjar Dewntara. Beliau adalah tokoh pelopor
pendidikan di Indonesia, pendiri lembaga pendidikan Taman Siswa, dan pahlawan
nasional. Tanggal kelahiran Ki Hadjar Dewantara inilah yang kemudian
diperingati setiap tahunnya sebagai Hari Pendidikan Nasional.
Sebagaimana kita ketaui bahwa, dalam
pelaksanaan peringatan HARDIKNAS dilrayakan dengan berbagai macam cara oleh
insan-insan pendidikan di seluruh tanah nusantara, mulai dari upacara, seminar,
mengadakan perlombaan, turun ke jalan, dan lain sebagianya. Perayaan-perayaan
tersebut dilakukan agar insan-insan pendidikan bisa memahami serta memaknai
makna pendidikan yang sebenarnya. Akan tetapi, tidak sedikit dari kita yang
merayakannya hanya dilakukan secara seromonal belaka, tanpa mengetahi makna
dibalik peringatan hari pendidikan nasional yang dilaksnakan.
Tujuan peringatan HARDIKNAS bukan
hanya dirayakan secara seromonial belaka, akan tetapi tujuan yang sebenarnya
adalah bagaimana memperkuat komitmen seluruh insan pendidikan akan penting dan
strategisnya pendidikan peradaban dan daya saing bangsa, meningkatkan kembali
kepada seluruh insane pendidikan akan filosofi perjuangan Ki Hadjar Dewantara
dalam meletakkan dasar dan arah pendidikan bangsa, serta meningkatkan rasa
nasionalisme dikalangan insan pendidikan. Dengan demikian, peringatan HARDIKNAS
yang dilakukan akan membekas dalam jiwa seluruh insan pendidikan yang akhirnya
bisa memberikan kontribusi yang efektif-konstruktif bagi kemajuan bangsa dan
Negara melalui pendidikan.
Realitas Pendidikan Nasional
Realias pendidikan nasional kita hari
ini masih dilanda berbagai macam problem, baik dari tataran ontology, epistemologi,
aksiologi, manajemen, kesadaran, dan lain sebagainya. Sehingga berdampak pada
penurunan mutu pendidikan nasional.
Persoalan pendidikan pada hakikatnya
merupakan persoalan yang berhubungan langsung dengan kehidupan manusia dan
mengalami perubahan serta perkembangan sesuai dengan kehidupan tersebut, baik
secara teori maupun konsep operasionalnya. Problem-problem yang dihadapi oleh
manusia sering dicari pemecahannya dalam dunia pendidikan. Dalam hal ini,
mungkin orang akan mempertanyakan konsep filosofis yang meandasi sistem
pendidikan yang sedang dilaksanakan atau mungkin juga konsep-konsep
operasionalnya ditinjau dan dikritik serta diperbahrui agar tetap relevan dan up
to date dengan tuntutan perbahan dan perkembangan kehidupan mansuia (shalih
li kulli zaman wa makan).
Sudah menjadi rahasia umum, kejahatan
dan pelanggaran terhadap nilai-nilai saat ini telah dilakukan oleh berbagai
golongan dalam lapisan masyarakat dan berbagai aspek kehidupan. Ironisnya
kejahatan dan pelanggaran terhadap nilai-nilai ini justru banyak dilakukan oleh
kaum atau golongan yang seharusnya memberikan teladan kepada masyarakat luas
atau yang dikenal dengan sebutan penjahat kerah putih (white color crime).
Tindakan yang merugikan masyarakat luas ini merupakan kejahatan yang dilakukan
oleh golongan terpelajar, pengusaha, pejabat dalam menjalankan peran dan
fungsinya. Bahkan kejahatan kerah putih ini lebih berbahaya daripada yang
dilakukan oleh kaum kerah biru (blue color crime), yaitu golongan
yang menempati strata rendah, kaum kurang terdidik atau kurang terpelajar.
Jika dikaitkan dengan pendidikan, hal
itu menunjukkan rapuhnya landasan moral dan nilai-nilai dalam pendidikan.
Sistem nilai dan moral yang terbangun dari dunia pendidikan masih jauh dari
harapan. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, pendidikan nasional perlu
merekonstruksi kembali konsep dan sistem pendidikannya sesuai dengan moral dan
nilai-nilai Islam serta sesuai dengan moral dan nilai-nilai pancasila sehingga
dapat membangun peradaban sesuai dengan misi Islam serta sesuai dengan misi
ideologi Negara yaitu pancasila.
Pendidikan tidak lagi berorientasi
pada kemandirian para peserta didik, tetapi justru menjerumus ke
praktik-praktik dehumanisasi. Para peserta didik tidak dikondisikan pada
situasi-situasi pembelajaran yang mendorong tumbuhnya kemampan untuk memecahkan
masalah, tapi lebih pada orientasi pragmatis mendapatkan nilai dan lulus.
Proses pendidikan telah direduksi
sekedar transformasi knowledge, namun miskin aplikasi. Paradigma
pendidikan seharusnya memandangg siswa/mahasiswa sebagai subjek pendidikan.
Pendidikan merupakan proses pendewasaan, interaksi edukasional, dan pembentukan
karakter (budi pekerti) serta pembenatukan akhlak (adab). Pendidikan nasional
kita hari ini masih menerapkan model pendidikan “gaya bank” seperti yang
dikritik Paulo Fraire, para murid diposisikan sebagai objek pendidikan dan
menjauhkannya dari realitas sosialnya. Dan masih banyak lagi problem-problem
yang terjadi di sector pendidikan nasional kita yang tidak penulis sebutkan
dalam tulisan ini, tanpa mengesampingkan prestasi-prestasi serta keberhasilan
yang diraih oleh pendidikan kita. Namun, secara realita kita bisa melihat
bahwa, problem yang terjadi di sector pendidikan lebih menonjol dari pada
keberhasilan yang pernah diraih oleh pendidikan nasional kita. Sebagai
indikatornya adalah pendidikan nasional belum mampu mewujudkan apa yang menjadi
tujuan pendidikan, seperti yang tertuang dalam UU Sisdiknas NO. 20 Tahun 2003.
Jadi, dapat dipahami bahwa, pendidikan
nasional belum mampu mengembangkan kemapuan dan membentuk watak serta peradaban
bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, serta belum
mampu mencetak generasi-generasi bangsa yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang
maha esa, berakhlak mulia, berilmu, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara
yang demokratis, serta bertanggung jawab.
Pendidikan Nasional Masa Depan Yang
Mencerdaskan
Pendidikan dalam pandangan Paulo
Fraire, ditunjukkan untuk menggugah kesadaran kritis para pelajar dan dipahami
sebagai aksi kultural untuk memanusiakan manusia. Pendidikan harus berorientasi
pada realitas diri dan manusia dalam relasi yang kompleks dengan realitas
sosialnya. Melalui proses tersebut, setiap pelajar secara langsung dilibatkan
dalam permasalahan realitas sosial dan eksistensi dirinya. Dalam konteks ini,
pendidikan diarahkan untuk membangun kemampuan kritis pelajar dengan
mengedapankan etika dan estetika. Dengan kata lain, pendidikan nasional ke
depannya harus bisa mengarahkan pelajar sebagai generasi bangsa agar mereka
menjadi pribadi yang cerdas dan berakhlak, sehingga mereka mampu membangun
bangsa yang adil dan beradab.
Berkaitan dengan hal itu, agar
pendidikan nasional bisa mencerdaskan kehidupan bangsa serta tujuan pendidikan
akan tercapai dengan efektif jika pendidikan nasional menerapkan konsep yang
benar dalam penerapannya. Menurut penulis, Salah satu konsep pendidikan yang
fundamental, integral dan dianggap mampu membangun peradaban serta dapat
dijadikan sebagai kerangka ataupun landasan pendidikan adalah konsep yang
ditawarkan oleh Prof. Syed Muhammad Naquib al-Attas yakni konsep ta’dib.
Syed Muhammad Naquib al-Attas adalah
seorang pemikir pendidikan yang concern terhadap pendidikan. Dalam karya
monumentalnya The Concept of Education In Islam: A Framework for an Islamic
Philosophy of Educaton, dan dalam Konferensi Dunia Pertama dan Kedua
tentang Pendidikan Islam di Makkah dan Islambad, al-Attas memutuskan dan
menawarkan bahwa konsep atau istilah yang tepat, benar, dan relevan untuk
pendidikan saat ini adalah konsep ta’dib. Konsep ta’dib ini merupakan konsep
yang menanamkan nilai-nilai akhlak (adab) dalam diri manusia. Sebab pendidikan
yang mencerdaskan adalah pendidikan yang mampu mencetak generasi berakhlak atau
beradab yaitu generai bangsa yang mampu mengintegrasikan antara ilmu, amal, dan
akhlak.
Jika dicermati, konsep pendidikan
al-Attas (ta’dib) dalam tatanannya identik dengan aspek metafisika atau
spiritualitas. Pada intinya Pendidikan dalam perspektif al-Attas (ta’dib)
adalah proses penanaman adab. Adab yang dimaksud al-Attas sendiri adalah ilmu
tentang tujuan mencari pengetahuan itu sendiri. Ilmu di sini didefinisikan
al-Attas sebagai sampainya makna segala sesuatu pada jiwa seorang penuntut
ilmu. Hal ini berbeda dengan konsep pendidikan sekuler yang berupaya meniadakan
dimensi metafisika pada tatanannya. Seperti yang dikemukakan Abdurrahman
an-Nahlawi, bahwa konsep pendidikan sekuler memisahkan dimensi agamis dalam
tatanannya, sehingga pada praktiknya konsep pendidikan Barat (sekuler) adalah
suatu upaya pemberian kebebasan mutlak untuk mempertinggi aktivitas individu,
baik pria maupun wanita. Kelihatannya konsep pendidikan inilah yang saat ini
selalu mewarnai tatanan pendidikan pada umumnya. Akibat lanjutnya adalah lahir out
put dari berbagai institusi pendidikan yang menguasai pengetahuan hanya
dari segi kognitif. Sedangkan aspek afektif dan psikomotorik cenderung
diabaikan
Prof. Wan Mohd Nur Wan Daud mengatakan bahwa dalam pengertian ta’dib
melibatkan hal-hal berikut: (a) suatu tindakan untuk mendisiplikan jiwa dan
pikiran. (b) pencarian kualitas dan sifat-sifat jiwa dan pikiran yang baik. (c)
perilaku yang benar dan sesuai yang berlawanan dengan perilaku yang salah dan
buruk. (d) ilmu yang dapat meyelamatkan manusia dari kesalahan dalam mengambil
keputusan dan sesuatu yang tidak terpuji. (e) pengenalan dan pengakuan
kedudukan (sesuatu) secara benar dan tepat. (f) sebuah metode mengetahui yang
mengaktualisasikan kedudukan sesuatu secara benar dan tepat. (g) realisasi
keadilan sebagaimana direfleksikan oleh hikmah.
Kemudian
selanjutnya, menurut Prof. Mujamil Qomar pendidikan yang mencerdaskan adalah
pendidikan yang mampu mewujudkan tiga kunci pokok, yaitu penguatan epistemologi
pendidikan, penguatan manajemen pendidikan, dan membangun kesadaran pada semua
lapisan masyarakan akan pentingnya pendidikan. Penguatan epistemologi
pendidikan merupakan kunci dalam memajukan pendidikan pada ranah aide-ide,
wawasan, pemikiran, konsep, teori, bahkan hukum ilmu pengetahuan pendidikan.
Penguatan menajemen pendidikan merupakan kunci yang difungsikan untuk memajukan
penyelenggaraan, pelaksanaan, dan penerapan pendidikan secara kelembagaan.
Sedangkan membangun kesadaran akan pentingnya pendidikan merupakan kunci yang
berfungsi mengembangkan perilaku positif, sikap yang positif, dan penguasaan
maupun pendalaman terhadap ilmu pengetahuan yang telah dipelajari.
Diakhir
tuisan ini, penulis menyampaikan selamat hari pendidikan nasionai. Semoga
pendidikan nasional kita ke depannya semakin berkualitas dan mempunyai daya
saing tinggi, serta mampu mencetak generasi-generasi bangsa yang berintelektual
dan beradab (berakhlak). Sehingga pada akhirnya generasi-generasi tersebut menjadi
generasi berkarakter pancasila yang mampu membawa perubahan tatanan kehidupan
berbangsa dan bernegara yang sejahtra, adil, dan beradab. Amiim Yaa Rabbal ‘alamiin.
Wallaahu a’lam.
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
DATA PRIBADI
1.
Nama : AHMAD, S.Pd.I, M.Pd
2.
Tempat,
Tanggal Lahir : Bima, 24 Mei 1992
3.
Alamat
Asal : RT.07
RW.01 Desa Raba Kec. Wawo Kab. Bima
5.
Jenis
Kelamin :
Laki-Laki
6.
Agama : Islam
7.
Telepon/HP : 085 337 534 391
RIWAYAT PENDIDIKAN
1.
(2004)
Lulus SDN Kombo Kec. Wawo Kab. Bima
2.
(2007)
Lulus MTs Pondok Pesantren Darul Hikmah Soncolela Kota Bima
3.
(2010)
Lulus MAN 1 Kota Bima
4.
(2014)
Lulus S1 Pendidikan Bahasa Arab UIN Mataram
5. (2017)Lulus Pascasarjana (S2) Jurusan Manajemen Pendidikan Islam UIN
Mataram.
Komentar
Posting Komentar